esatu.id- Banyak kebiasaan di lakukan saat Lebaran atau Idul Fitri. Selain mudik, sungkeman adalah kebiasaan lain yang banyak di lakukan saat Idul Fitri, terutama oleh orang Muslim Pulau Jawa.
Sungkeman adalah cara untuk meminta maaf di hari yang fitri. Banyak orang masih bertanya-tanya dari mana tradisi sungkeman ini berasal. Jika kamu tertarik, langsung lihat diskusinya di bawah ini.
1. Tradisi sungkeman sudah lama ada
Tradisi sungkeman tidak di ketahui dari mana. Di yakini berlangsung sejak masa Mangkunegara I, juga di kenal sebagai Pangeran Sambernyawa, dan merupakan hasil dari akulturasi kebudayaan Jawa dengan agama Islam.
Mangkunegara I memperkenalkan sungkeman saat Idul Fitri. Di hari kemenangan, Pangeran Sambernyawa berkumpul dengan raja, punggawa, dan tentara. Pada pertemuan ini, ada kebiasaan untuk sungkem dan memaafkan satu sama lain.
Semua prajurit dan punggawa yang tertib sungkem pada raja dan permaisuri. Setelah itu, organisasi lain mulai mengikuti contoh sungkeman. Setelah itu, sungkeman di lakukan secara teratur bersamaan dengan acara halal bi halal.
2. Sempat di larang di lakukan pada masa penjajahan Belanda
Namun, seiring penjajahan di Nusantara, pihak keraton tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengadakan acara sungkeman. Penyebabnya adalah kecurigaan Belanda terhadap peristiwa tersebut, yang di anggap sebagai penggalangan massa untuk melawan mereka.
Di Gedung Habipraya, Singosaren, Keraton Surakarta, pada acara kumpul Lebaran tahun 1930, Ir. Soekarno dan dr. Radjiman Widyodiningrat hampir di tangkap oleh Belanda karena kecurigaan tersebut. Pakubuwono di lokasi langsung mengatakan bahwa ini adalah acara sungkeman untuk menyambut Idul Fitri. Tradisi sungkeman berkembang menjadi semacam “open house” hingga saat ini.
3. Sungkeman memiliki makna yang mendalam
Sungkeman memiliki makna yang mendalam, meskipun terlihat sederhana saat di lakukan. Saat Idul Fitri, sungkeman adalah cara untuk meminta maaf atas semua hal buruk yang pernah kamu lakukan kepada orang tua kamu.
Sungkeman tidak hanya di gunakan sebagai cara untuk meminta maaf, tetapi juga sebagai cara untuk menunjukkan rasa terima kasih dan bakti atas bimbingan orang tua kita dari lahir hingga dewasa. Orang tua di anggap memiliki jasa besar karena telah memberi kita kehidupan. Tradisi ini dapat mengajarkan kita kerendahan hati, sopan santun, dan menyingkirkan keegoisan.
Baca Juga: Tampilan dan Kemudahan Perawatan: Inilah 5 Manfaat Menggunakan Furnitur Kayu, Sudah Tahu?