eSatu.id,Cirebon- Terkadang memiliki sifat trauma itu sangat menyedihakan karena begitu sakit ya,untuk depinisi trauma adalah sesuatu yang merujuk pada pengalaman yang sangat mengganggu dan menyakitkan secara emosional, fisik ataupun psikologis.
Trauma dapat terjadi karena berbagai alasan, misalnya kecelakaan, kekerasan, penyalahgunaan, pelecehan, bencana alam, kehilangan orang yang dicintai dan lain sebagainya.
Dalam konteks psilokogi, trauma dapat menyebabkan gangguan mental seperti stres pascatrauma (PTSD), depresi, kecemasan, dan gangguan kepribadian.
Pengalaman traumatik dapat mempengaruhi cara seseorang merespons dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya, juga dapat mempengaruhi kesehatan fisiknya.
Otak merupakan organ vital yang memiliki peran penting sebagai tempat penyimpanan jutaan rekaman perjalanan hidup, baik itu pengalaman manis hingga pengalaman pahit yang menyakitkan dan menyisakan trauma.
Menjalani hidup dengan bayang-bayang trauma psikologis yang menyakitkan di masa lalu sungguh bukanlah hal yang mudah.
Tidak hanya mengganggu kesehatan jiwa, trauma masa lalu yang berkepanjangan juga mampu melemahkan sistem saraf di sekujur tubuh hingga melemahkan daya ingat.
Terdapat tiga area otak yang menjadi aktif secara berlebihan ketika seseorang sedang stres, area tersebut meliputi hippocampus, amigdala dan korteks prefrontal.
Hippocampus adalah bagian otak yang menjadi tempat terbentuknya memori jangka panjang, Sedangkan amigdala merupakan area otak yang merekam berbagai pengalaman yang terjadi penuh emosional.
Sebagai contoh, berdasarkan sebuah penelitian pada tahun 2006 yang yang di muat pada jurnal Dialogues in Clinical Neuroscience pada orang yang mengalami trauma berat atau PTSD.
Bahwa otak seseorang yang mengidap PTSD cenderung mengalami fungsi amigdala yang meningkat namun dengan ukuran hippocampus yang mengecil.
Penelitian ini di perkuat dengan penelitian lain yang menemukan bahwa anak-anak yang memiliki trauma menyakitkan di masa lalu terbukti memiliki ukuran hippocampus yang lebih kecil jika dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki trauma masa lalu.
Karena di saat ingatan akan trauma tersebut kembali muncul, amigdala yang aktif bisa memicu rasa emosional yang lebih ketika kembali mengingatnya.
Kemudian di waktu yang bersamaan, area hippocampus kian mengecil hingga mengganggu dalam kemampuan mengingat jangka panjang.
Jika hal tersebut terus di biarkan, maka akan memberikan dampak buruk dalam menurunkan daya ingat hingga cenderung menjadi lebih mudah lupa dengan hal-hal yang baru saja terjadi.
Seseorang yang mengalami PTSD kerap mengeluh kesulitan guna mengobati ketakutannya di masa lalu, sulit mengendalikan pikiran dan ingatannya sendiri, hingga pikiran yang sering merasa kacau bila teringat akan trauma menyakitkannya di masa lalu.
Tentunya, kondisi tersebut cukup berhubungan dengan cara kerja otak ketika merespon trauma yang di alami,Hormon kortisol atau hormon stres dapat terpicu setiap seseorang merasa stres.
Hormon tersebutlah yang bisa memicu seseorang menjadi lebih waspada terhadap ancaman.
Mengutip dari Very Well Mind, terdapat sebuah penelian yang di lakukan dengan sampel hewan yang menunjukkan bahwa tingginya kadar kortisol yang terjadi ketika stres mampu merusak sel-sel hippocampus.
Hal tersebut dapat mengartikan bahwa seseorang akan semakin sulit untuk mengingat hal-hal penting dalam hidupnya bila semakin kecil ukuran hippocampus di dalam otaknya.
Itu dia sedikit informasi mengenai trauma terutama buat penulis juga,karena mengalami dan memiliki penyakit trauma itu sangat sulit untuk di sembuhkan dan membutuhkan waktu yang cukup lama juga,semoga kita terhindar dari penyakit trauma dalam hal apapun.