Inovasi Terbarukan Produksi Bawang Merah di Indonesia dengan Teknologi “Pemanfaatan Fly Ash sebagai Bahan Amelioran pada Budidaya Bawang Merah di Dataran Tinggi”

Inovasi Terbarukan Produksi Bawang Merah di Indonesia dengan Teknologi "Pemanfaatan Fly Ash sebagai Bahan Amelioran pada Budidaya Bawang Merah di Dataran Tinggi”
Inovasi Terbarukan Produksi Bawang Merah di Indonesia dengan Teknologi "Pemanfaatan Fly Ash sebagai Bahan Amelioran pada Budidaya Bawang Merah di Dataran Tinggi”

eSatu.id,Cirebon-Sentra produksi bawang merah di Indonesia umumnya pada lahan kering dataran tinggi yang didominasi jenis tanah Andisol.

Pada tanah Andisol unsur fosfat sebagian besar terikat oleh mineral liat non kristalin alofan, imogolite dan ferihidrid. Untuk melepaskan P terfiksasi di butuhkan bahan organik dalam dosis tinggi.

Pernyataan tersebut di katakan Ismon, Peneliti Ahli Madya, Pusat Riset Hortikultural (PRHP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam paparannya

baca juga:Kaya Akan Manfaat dan Merupakan Makanan Pokok Penting di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara,Yuk Kenali Manfaat Sorgum.

Berjudul “Teknologi Pemanfaatan Fly Ash sebagai Bahan Amelioran pada Budidaya Bawang Merah di Dataran Tinggi” dalam webinar yang dihelat PRHP BRIN: “Teknologi Budidaya Spesifik Agroekosistem untuk Mendongkrak Produksi Bawang Merah di Dataran Tinggi”, pada Kamis (28/03).

“Agar bawang merah dapat berproduksi maksimal pada Andisol di butuhkan pupuk organik yang sangat tinggi berkisar antara 20-70 ton/ha.

Pengaruh bahan organic terhadap kesediaan P secara langsung melalui proses mineralisasi dan secara tidak langsung membantu pelepasan P yang terfiksasi.

Asam organic dapat melepaskan P yang terikat  oleh Al, Fe dan Ca menjadi P tersedia bagi tanaman. P terfiksasi juga dapat di lepaskan melalui reaksi pertukaran dengan ion silikat (Si),” rinci Ismon.

Di Indonesia,salah satu sumber silika yang potensial adalah Fly Ash. Fly ash atau bottom ash yang dikenal dengan singkatan FABA adalah material sisa dari proses pembakaran batu bara yang ada di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Biasanya di temukan di cerobong dan di tangkap dengan uap air sehingga dapat terkumpul dan tidak lepas ke udara.  Sementara yang tertinggal di bawah di namakan bottom ash,” jelasnya.

“Di Indonesia 49% pembangkit Listrik menggunakan batu bara. Produksi FABA pada tahun 2023 mencapai 11,3 juta ton di mana 80-90 % berupa fly ash.

Hal ini betul-betul membutuhkan effort yang sangat tinggi dalam mengelola limbah ini, namun potensial di gunakan sebagai bahan amelioran atau sebagai sumber pupuk silika,” ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dewasa ini, baik di lahan sawah atau kering, ternyata kandungan silika di lahan kita ternyata sudah sangat berkurang.

Kenapa silika ini berkurang di tanah? Karena hilangnya silika dari tanah melalui proses desilikasi di sebabkan  proses pelapukan dan pencucian di daerah tropis seperti di Indonesia sangat intensif.

Proses desilikasi ini semakin cepat,  karena selama ini petani jarang  pengembalian sisa panen atau jerami ke lahan dan tidak ada penambahan pupuk yang bersumber dari pupuk silika.

Saat ini tidak ada atau jarang kita dengar dan lihat petani memupuk dengan silika. Namun akhir-akhir ini pupuk silika sudah banyak di jual di pasaran dengan harga yang cukup mahal.

Penggunaan fly ash di bidang pertanian di Indonesia masih sangat sedikit, karena tergolong limbah B3 dan tidak di izinkan untuk di manfaatkan, sehingga hasil-hasil penelitian pemanfaatan fly ash di bidang pertanian juga masih sedikit.

Berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 2021 fly ash tidak termasuk lagi sebagai  limbah B3,  sehingga perlu di inisiasi  kajian tentang pengaruhnya terhadap perbaikan kualitas tanah dan hasil tanaman.

Sementara di luar negeri seperti, China, India dan jepang sudah lama  di manfaatkan sebagai ameliorant dan sudah di produksi sebagai zeolite,” tutur Ismon.

Pada umumnya fly ash ini di aplikasikan di campur atau di formulasi dengan bahan organik, sehingga mampu meningkatkan kualitas tanah dan meningkatkan hasil tanaman.

“Pada tahun 2023 melalui penelitian rumah program telah melakukan optimalisasi pemanfaatan fly ash sebagai bahan amelioran untuk sistem Budidaya berkelanjutan Bawang merah pada dataran tinggi dan lahan gambut.

Rencana penelitian ke depan bagaimana kita memformulasikan bahan organik menjadi suatu formulasi yang betul betul efektif dalam meningkatkan kualitas lahan termasuk di daerah sentra bawang merah,” pungkas Ismon. (nurm, lisna/ ed.sl)

Nah itu dia beberapa cara inovasi riset yang di kembangkan oleh BRIN untuk meningkatakan tanaman bawang di seluruh indonesia,semoga bermanfaat.