eSatu.id,Cirebon- Kita Semua Pasti Sering mendengar penyakit Dependent personality di sorder (DPD) atau gangguan kepribadian dependen adalah kondisi ketika seseorang merasa tidak berdaya dan tak mampu untuk melakukan berbagai hal secara mandiri.
Kondisi ini mungkin saja membuat penderita merasa kesulitan untuk mengambil keputusan yang sederhana,Gangguan kepribadian dependen atau dependent personality disorder (DPD).
baca juga;Kenali Penyebab Umum Sariawan Saat Puasa Seperti Ini !
Merupakan gangguan kepribadian yang membuat seseorang merasa cemas berlebihan saat melakukan berbagai hal sendirian, Kondisi ini membuat seseorang selalu merasa perlu di perhatikan dan terlalu bergantung pada orang lain.
DPD adalah salah satu jenis gangguan kepribadian yang termasuk dalam kelompok “Cluster C” personality disorder. Di mana, kelompok tersebut terdiri dari beberapa gangguan kepribadian yang akan melibatkan perasaan cemas dan takut yang berlebihan.
Di samping itu, dependent personality disorder juga dapat terjadi dalam jangka waktu yang lama, bahkan bisa di mulai sejak masa kanak-kanak hingga beranjak dewasa.
DPD juga sering di kaitkan dengan gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder atau BPD), mengingat dua kondisi tersebut melibatkan gangguan interpersonal dan rasa takut di tinggalkan oleh orang terdekat.
Namun, perlu di garisbawahi bahwa DPD dan BPD merupakan jenis gangguan kepribadian yang berbeda,BPD umumnya melibatkan perubahan suasana hati yang ekstrem, ketidakstabilan dalam hubungan, serta tindakan impulsif.
Hal ini dapat membuat penderitanya memiliki rasa takut berlebihan saat di tinggalkan dan kesulitan untuk mengatur emosi.
Sementara itu, DPD biasanya tidak melibatkan perubahan suasana hati dan tindakan impuslif. Penderita DPD cenderung bersikap pasif dan patuh karena tidak ingin menimbulkan konflik dalam hubungannya.
Diagnosis Gangguan Kepribadiaan Dependen
Secara umum, kepribadian setiap individu akan terus berkembang selama masa kanak-kanak hingga remaja. Karena itu, gangguan kepribadian dependen biasanya baru terdiagnosis setelah berusia 18 tahun.
Dalam hal ini, dokter memerlukan bukti bahwa pola perilaku tersebut telah bertahan lama dan tidak berubah seiring dengan berjalannya waktu.
DPD cenderung sulit untuk didiagnosis. Pasalnya, penderita kondisi ini biasanya tidak merasa ada masalaah dengan perilaku dan cara berpikirnya.
Namun, untuk menegakkan diagnosis gangguan kepribadian dependen, dokter dapat melakukan wawancara medis (anamnesis) dan pemeriksaan fisik guna menyingkirkan kemungkinan penyakit fisik yang mendasari keluhan pasien.
Setelah itu, dokter umum dapat merujuk pasien ke psikolog atau dokter spesialis kedokteran jiwa (psikater) untuk mengevaluasi kondisi psikis pasien secara lebih lanjut.
Kemudian, hasil evalasi tersebut akan di sesuaikan dengan kriteria gangguan kepribadian dependen berdasarkan buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 (DSM-5).
Komplikasi Gangguan Kepribadian Dependen
Penderita DPD cenderung berisiko mengalami gangguan kesehatan mental lain, seperti depresi, anxiety disorder, fobia, hingga penyalahgunaan zat.
Selain itu, penderita DPD juga rentan mengalami kekerasan atau pelecehan karena mereka mungkin saja bersedia melakukan apa pun demi mempertahankan hubungannya.
Penanganan gangguan kepribadian dependen perlu di lakukan dengan tepat dan sedini mungkin agar tidak berdampak pada kualitas hidup penderitanya.
Maka dari itu, bila mengalami kondisi yang mengarah pada gangguan kepribadian ini, sebaiknya segera lakkan konseling dengan dokter terdekat.
Cara Mengatasi Gangguan Kepribadian Dependen
Pengobatan gangguan kepribadian dependen cenderung sulit di lakukan karena orang dengan kondisi ini biasanya memiliki pola pikir daan perilaku yang telah melekat selama bertahun-tahun.
Namun, perawatan DPD umumnya akan efektif jika melibatkan dukungan dari orang-orang terdekat. Di samping itu, dokter juga bisa melakukan terapi psikologis atau psikoterapi untuk menangani DPD. Adapun dua jenis psikoterapi yang umum di lakukan adalah:
Psychodynamic therapy: Terapi ini di lakukan dengan mengevaluasi pola perilaku yang bermasalah sekaligus membantu pasien untuk lebih memahami diri sendiri. Melalui terapi ini, dokter juga bisa membantu pasien untuk menumbuhkan kepercayaan diri.
Cognitive behavioral therapy (CBT): Terapi untuk membantu pasien dalam memahami dan mengubah pola pikir serta perilaku ke arah yang lebih sehat. Dalam menangani DBD, CBT berfokus pada pemeriksaan rasa takut pasien untuk melakukan sesuatu secara mandiri dan bersikap asertif.
Selain itu, dokter mungkin juga akan meresepkan obat-obatan tertentu apabila DPD disertai dengan gangguan mental lain, seperti depresi atau anxiety disorder.